Ditulis sebagai syarat untuk tugas mengenai
pelanggaran kode etik psikologi mata kuliah Kode Etik Psikologi, Oleh :
Nama : Ikhwanda Satya
Kelas : Psikologi C
NIM : 1871041012
Kasus 1
Oleh: Yuliana Ratnasari - 13 Oktober 2016
Diakses dari tirto.id pada Rabu, 26 September 2018
pukul 19.10
tirto.id - Berdasarkan hukum yang
berlaku, menurut Otto Hasibuan, psikolog tidak diperbolehkan mengungkap rahasia
pengguna layanan psikologinya di depan umum. Karena itulah, pengacara terdakwa
Jessica Kumala Wongso itu menyatakan bahwa tindakan saksi ahli psikologi yang
menguak rahasia kliennya dalam sidang perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin,
merupakan bentuk pelanggaran kode etik.
Pernyataan itu diungkapkan Otto Hasibuan
dalam sidang lanjutan atas terdakwa Jessica Kumala Wongso dengan agenda
pembacaan nota pembelaan. Sebelum ini, terkait pemaparan kondisi psikis
Jessica, Otto juga menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan psikologis tidak memiliki
kesesuaian dan tidak benar.
“Psikolog dan ilmuwan psikologi wajib
memegang teguh rahasia yang menyangkut klien atau pengguna layanan psikologi
dalam hubungan pelaksanaan kegiatannya,” jelas Otto saat menyampaikan nota
pembelaan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seperti dilansir
Antara, Kamis (13/10/2016).
Menurut dia, psikolog hanya dapat
membuka rahasia tanpa persetujuan klien untuk keperluan hukum atau tujuan lain
seperti membantu mereka yang memerlukan pelayanan personal baik secara
perorangan maupun organisasi serta untuk melindungi pengguna layanan psikologi
dari masalah atau kesulitan.
Penggunaan keterangan atau data yang
diperoleh psikolog atau ilmuwan psikologi, ia melanjutkan, hendaknya mematuhi
hal-hal antara lain hanya dapat diberikan kepada pihak berwenang dan hanya
memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan tujuan pemberian layanan
psikologi.
Selain itu, menurut dia, pengungkapan
keterangan psikolog dapat didiskusikan dengan orang-orang atau pihak yang
langsung berwenang atas diri pengguna layanan psikologi dan dikomunikasikan
secara bijaksana lewat lisan atau tertulis kepada pihak ketiga hanya bila
diperlukan untuk layanan psikologi profesi.
"Dengan demikian di mana ahli
psikologi Antonia Ratih, yang membuka rahasia di depan umum, adalah
bertentangan dengan kode etik profesi psikolog. Apalagi ahli psikologi ini
hadir di persidangan secara volunteer, bukan atas perintah pengadilan,"
katanya.
Otto
melanjutkan, apabila saksi ahli tersebut membuka rahasia di muka sidang tanpa
perintah pengadilan atau di mana pun akan mendapat ancaman hukum pidana. Dia
juga menuduh jaksa penuntut umum telah keliru menafsirkan kode etik profesi
tersebut. "Sehingga penjelasan di sini hanya terkait dengan pengungkapan
rahasia di sidang pengadilan," katanya.
Pelanggaran
Kode Etik
1.
Bab V kerahasiaan
·
Pasal 24 (mempertahankan kerahasiaan
data).
·
Pasal 26 (pengungkapan kerahasiaan data)
ayat 1
Kasus II
S seorang Psikolog, membuka praktik
psikologi dengan memasang plang di depan rumahnya. Ia melakukan beberapa
praktik antara lain mendiagnosis, memberikan konseling dan psikoterapi terhadap
kliennya. Namun ketika memberikan hasil diagnosis, ia justru menggunakan
istilah-istilah psikologi yang tidak mudah dimengerti oleh kliennya, sehingga
sering terjadi salah paham terhadap beberapa klien tersebut.
Hal lain sering pula terjadi saat ia
memberikan prognosis kepada klien, seperti menganalisis gangguan syaraf yang
seharusnya ditangani oleh seorang dokter. Ia juga sering menceritakan masalah
yang dialami klien sebelumnya kepada klien barunya dengan menyebutkan namanya
saat memberikan konseling.
Psikolog S terkadang juga menolak dalam
memberikan jasa dengan alasan honor yang diterima lebih kecil dari
biasanya.
Di lain waktu, ada sebuah perusahaan
membutuhkan karyawan baru untuk di tempatkan pada staf-staf tertentu dalam
perusahaan. Pimpinan perusahaan tersebut kemudian memakai jasa Psikolog S untuk
memberikan psikotes pada calon karyawan yang berkompeten dalam bidangnya.
Namun, ketika memberikan psikotes tersebut,
ia bertemu dengan R saudaranya dan meminta agar Psikolog S memberikan
hasil psikotes yang baik supaya R dapat diterima dalam perusahaan tersebut.
Karena merasa tidak enak dengan saudaranya itu, akhirnya Psikolog S itu
memberikan hasil psikotes yang memenuhi standart seleksi penerimaan calon
karyawan, hingga R tersebut kemudian diterima dalam perusahaan tersebut dengan
menduduki staf tertinggi.
Lama-kelamaan, perusahaan tersebut
ternyata sering kecewa terhadap cara kerja R karena dianggap tidak berkompeten
dalam bidangnya. hingga akhirnya Pimpinan perusahaan menyelidiki cara pemberian
jasa Psikolog S, namun alangkah terkejutnya pimpinan tersebut ketika mengetahui
bahwa Pendirian Praktik Psikolog S ternyata belum tercatat pada HIMPSI dan
Psikolog S tersebut sama sekali belum pernah menjadi anggota HIMPSI.
Kode etik yang
dilanggar
1.
Bab I pedoman umum
·
Pasal 1 ayat 3 (psikolog wajib memliki
ijin praktek).
·
Pasal 2 Prinsip A (penghormatan pada
harkat martabat manusia) ayat 1, 2, 3, 4. Prinsip B (integritas dan sikap
ilmiah) ayat 2, 3. Prinsip C (profesional) ayat 1, 2, 3, 6. Prinsip E (manfaat)
ayat 1, 2, 3
2.
Bab III kompetensi
·
Pasal 7 (ruang lingkup kompetensi) ayat
2
3.
Bab IV hubungan antar manusia
·
Pasal 13 (sikap profesional).
·
Pasal 14 ayat 2 (pelecehan lain).
·
Pasal 15 (penghindaran dampak buruk)
4.
Bab V kerahasiaan
·
Pasal 24 (mempertahankan kerahasiaan
data).
·
Pasal 26 (pengungkapan kerahasiaan data)
ayat 1
5.
Bab XI asesmen
·
Pasal 65 (interpretasi hasil asesmen).
·
Pasal 66 (penyampaian data hasil
asesmen) ayat 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar